Mengingat sekilas tentang sejarah perjalanan kemerdekaan Indonesia yang sedikit demi sedikit mulai terlupakan. Bukan hanya sebagai pembelajaran atau sekedar membuka wawasan saja, tapi sudah saatnya kita sebagai generasi muda mulai mengingat, menghargai, dan belajar dari tokoh bangsa dimasa lalu. 10 November 1961 saat peringatan hari pahlawan, Presiden Ir. Soekarno mengatakan lewat pidatonya "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya".
Pada kenyataanny hingga saat ini bangsa Indonesia hanya mengenal tujuh nama presiden yang pernah memimpin. Tapi tahukah kita tentang dua nama Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat yang pernah menjabat sebagai presiden Indonesia. Jangan sampai kedua nama pemimpin tersebut terhapus dari sejarah kemerdekaan Indonesia.
Karena usia memimpin Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat yang bisa dibilang relatif singkat membuat mereka tidak dikenal. Disaat itu pula mereka memimpin Indonesia pada masa-masa genting dan bisa saja pemerintahan Indonesia bisa dikuasai oleh penjajah karena dalam keadaan kosong. Berikut uraian tentang siapa sebenarnya Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat dalam memimpin NKRI?
Sjafruddin Prawiranegara
Dimulai dari Sjafruddin Prawiranegara, ia mulai memimpin saat Presiden Soekarno dan Moh Hatta di asingkan oleh Belanda pada Agresi Militer II Belanda. Pada masa itu Yogyakarta sebagai ibu kota direbut dan diduduki karena digempur habis-habisan oleh Belanda. Sehingga Presiden Soekarno dan Moh Hatta beserta pemimpin lainnya dipaksa menjalani pengasingan di Pulau Bangka pada tahun 1948-1949. Belanda menyiarkan kabar bahwa Indonesia sudah bubar, karena pemimpin-pemimpinnya sudah mereka tawan.
Beruntung Sjafruddin Prawiranegara saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran berhasil terhindar dari pengasingan karena sedang berada di Bukittinggi, Sumatra Barat sehingga terhindar dari pengasingan. Demi meneruskan pemerintahan RI yang kosong, Ia lantas mengusulkan untuk pembentukan pemerintahan darurat. Hal ini sepaham dengan telegraf yang dikirimkan Ir Soekarno yang memberi izin kepada Sjafruddin Prawiranegara untuk memimpin pemerintahan.
Pada tahun 19 Desember 1948 Sjafruddin Prawiranegara menggelar rapat yang bertempat di sebuah rumah dekat Ngarai Sianok Bukittinggi. Rapat tersebut dihadiri oleh Gubernur Sumatra Mr. T.M. Hasan yang langsung menyetujui pembentukan suatu Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Hal ini semata-mata dilakukan karena NKRI dalam keadaan berbahaya. Maksutnya agar tidak mengalami kekosongan kekuasaan, yang menjadi syarat internasional untuk diakui sebagai Negara.
Akhirnya pada 22 Desember 1948, PDRI diproklamirkan dan Sjafruddin menjadi pemimpinnya. Sjafruddin dibantu oleh kabinetnya T.M. Hasan, S.M. Rasjid, Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya, dan Marjono Danubroto. Sementara Jenderal Sudirman tetap menjadi Panglima Besar Angkatan Perang.
Saat itu PDRI dipimpin Sjafruddin menjadi satu-satunya musuh yang bergerak mengusir penjajahan Belanda. Perjuangan mereka ternyata membuahkan hasil. Pada pertengahan tahun 1949, posisi Belanda semakin terjepit karena agresi militer yang diluncurkan ke Indonesia mendapat kecaman internasional. Akhirnya memilih berunding dengan utusan Soekarno-Hatta yang saat itu masih berstatus tawanan dan perundingan menghasilkan Perjanjian Roem-Royen.
Setelah perjanjian ini Sjafruddin kemudian mengembalikan pemerintahan kembali kepada Ir. Soekarno pada 13 Juli 1949. Masa jabatannya sebagai presiden kurang lebih delapan bulan. Syafrudin disebut-sebut sebagai Bapak Penyelamat Republik oleh para sejarawan.
Mr.Assaat
Mr. Assaat pernah memimpin Indonesia pada tahun 1949 ketika Indonesia masih menjadi bagian dari RIS (Republik Indonesia Serikat). Pada Konferensi Meja Bundar (KMB) diputuskan bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Dimana Belanda menetapkan Ir. Soekarno dan Hatta menjadi presiden dan Perdana Menteri RIS. Sementara terjadi kekosongan kekuasaan di Republik Indonesia sendiri.
Sebenarnya kelicikan Belanda untuk menguasai Indonesia jika negeri ini mengalami kekosongan kekuasaan telah dibaca oleh pemerintahan Indonesia waktu itu. Lalu Soekarno memilih Assaat sebagai Presiden RI. Pada masa pemerintahanya Assaat berperan penting sebagai pendiri dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang merupakan kampus pertama yang dibangun oleh negara RI.
Seiring berakhirnya masa jajahan Belanda, Indonesia menuju kestabilan politik. Akhirnya RI dan RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1950. Artinya masa jabatan Assaat sebagai presiden RI sekitar sembilan bulan dan negara kembali dipimpin oleh Soekarno dan Moh Hatta. Meski usianya terbilang muda Assaat tetap dikenang sebagai orang yang amanah dalam memimpin. Pria asal Sumatera Barat ini pun diberi gelar Datuk Mudo, karena dia menjadi orang yang bijak sana.
Post a Comment